10 Presiden AS dengan Kebijakan Paling Tidak Masuk Akal: Tinjauan Historis Berdasarkan Survei dan Analisis
Dalam sejarah Amerika Serikat, presiden sering kali dihadapkan pada tantangan kompleks yang membutuhkan keputusan bijak untuk menjaga stabilitas negara. Namun, beberapa presiden telah menerapkan kebijakan yang dianggap tidak masuk akal, baik karena kurangnya visi, salah penilaian, atau dampak buruk yang tidak terantisipasi. Berdasarkan survei historis dari lembaga seperti C-SPAN, Siena College Research Institute (SCRI), dan Presidential Greatness Project, serta analisis akademik, artikel ini mengidentifikasi 10 presiden AS yang dianggap menerapkan kebijakan paling tidak masuk akal, sering kali dikaitkan dengan kegagalan kepemimpinan atau kebodohan dalam pengambilan keputusan. Artikel ini juga menyertakan tabel untuk memperjelas temuan dan analisis mendalam tentang penyebab serta dampak kebijakan tersebut.
Latar Belakang: Mengukur “Kebodohan” dalam Kebijakan Kepresidenan
Istilah “terbodoh” dalam konteks ini tidak merujuk pada kecerdasan personal, tetapi pada kegagalan dalam merumuskan kebijakan yang rasional, efektif, dan bermanfaat bagi negara. Survei historis menilai presiden berdasarkan kategori seperti visi, kepemimpinan krisis, manajemen ekonomi, otoritas moral, dan hubungan dengan Kongres. Kebijakan dianggap “tidak masuk akal” jika:
- Bertentangan dengan fakta atau logika pada masanya.
- Menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat atau negara.
- Tidak memiliki dasar strategis yang jelas atau bertentangan dengan kepentingan nasional.
Berikut adalah daftar 10 presiden AS yang, menurut survei dan analisis historis, menerapkan kebijakan tidak masuk akal, diurutkan berdasarkan peringkat terendah dalam survei seperti C-SPAN 2021, SCRI 2022, dan Presidential Greatness Project 2024.
10 Presiden dengan Kebijakan Tidak Masuk Akal
1. James Buchanan (1857–1861)
Kebijakan Tidak Masuk Akal: Kebijakan laissez-faire terhadap perbudakan dan dukungan terhadap keputusan Dred Scott.
Buchanan dianggap gagal mengatasi ketegangan menjelang Perang Saudara. Ia mendukung keputusan Mahkamah Agung Dred Scott (1857), yang menyatakan bahwa orang Afrika-Amerika bukan warga negara dan perbudakan dapat diperluas ke wilayah baru. Kebijakan ini memicu konflik antara Utara dan Selatan, mempercepat perpecahan nasional. Survei C-SPAN 2021 menempatkannya sebagai presiden terburuk, dengan skor rendah di semua kategori, terutama kepemimpinan krisis (29,6/100).
2. Andrew Johnson (1865–1869)
Kebijakan Tidak Masuk Akal: Kebijakan Rekonstruksi yang lunak terhadap mantan Konfederasi.
Sebagai penerus Abraham Lincoln, Johnson menerapkan kebijakan Rekonstruksi yang memungkinkan negara-negara Selatan membentuk pemerintahan sendiri tanpa jaminan hak sipil bagi warga kulit hitam. Ini menghasilkan “Black Codes,” yang membatasi kebebasan warga kulit hitam, memicu era Jim Crow. Ia juga memveto undang-undang hak sipil, yang menyebabkan impeachment pada 1868. SCRI 2022 menempatkannya di peringkat 43 dari 45 presiden.
3. Franklin Pierce (1853–1857)
Kebijakan Tidak Masuk Akal: Penandatanganan Kansas-Nebraska Act (1854).
Pierce menandatangani undang-undang yang memungkinkan wilayah Kansas dan Nebraska menentukan sendiri status perbudakan, membatalkan Kompromi Missouri 1820. Ini memicu konflik berdarah di Kansas (“Bleeding Kansas”), memperburuk ketegangan menjelang Perang Saudara. C-SPAN 2021 menilai Pierce rendah dalam hubungan dengan Kongres (38,1/100) dan otoritas moral (35,2/100).
4. Warren G. Harding (1921–1923)
Kebijakan Tidak Masuk Akal: Kebijakan ekonomi laissez-faire dan korupsi dalam skandal Teapot Dome.
Harding mempromosikan kebijakan ekonomi “kembali ke normalitas” dengan deregulasi, tetapi pemerintahannya didera skandal, terutama Teapot Dome, di mana cadangan minyak angkatan laut disewakan tanpa tender kompetitif. Kebijakan ini mencerminkan kurangnya pengawasan dan visi, menempatkannya di peringkat 40 dalam survei SCRI 2022.
5. William Henry Harrison (1841)
Kebijakan Tidak Masuk Akal: Pidato pelantikan dua jam di cuaca dingin tanpa mantel.
Meskipun masa jabatannya hanya 31 hari, keputusan Harrison untuk berpidato panjang tanpa perlindungan cuaca menyebabkan pneumonia dan kematiannya. Ini dianggap tidak masuk akal karena mengabaikan kesehatan pribadi, yang berdampak pada stabilitas politik. C-SPAN tidak menilainya karena masa jabatan singkat, tetapi Quora menyebutnya “paling tidak efektif” karena keputusan ini.
6. John Tyler (1841–1845)
Kebijakan Tidak Masuk Akal: Penolakan terhadap agenda Partai Whig dan usulan aneksasi Kuba secara paksa.
Tyler, yang naik ke presiden setelah kematian Harrison, menentang agenda partainya sendiri, menyebabkan krisis konstitusional. Usulannya untuk menganeksasi Kuba dengan kekerasan ditentang karena tidak realistis dan memicu ketegangan internasional. C-SPAN 2021 menempatkannya di peringkat 39, dengan skor rendah dalam mengejar keadilan (24,0/100).
7. Herbert Hoover (1929–1933)
Kebijakan Tidak Masuk Akal: Kebijakan ekonomi laissez-faire selama Depresi Besar.
Hoover bersikeras pada pendekatan tangan kosong (laissez-faire) selama Depresi Besar, menolak intervensi pemerintah yang signifikan. Ini memperburuk pengangguran (17,2% pada 1939) dan menyebabkan munculnya “Hoovervilles,” pemukiman kumuh. Presidential Greatness Project 2024 menempatkannya di peringkat 36, dengan kritik atas manajemen ekonomi (42,2/100).
8. Zachary Taylor (1849–1850)
Kebijakan Tidak Masuk Akal: Oposisi terhadap Kompromi 1850 tanpa strategi alternatif.
Taylor, seorang jenderal tanpa pengalaman politik, menentang Kompromi 1850, yang berupaya menyeimbangkan kepentingan pro- dan anti-perbudakan. Namun, ia tidak menawarkan solusi alternatif, meningkatkan ketegangan antarwilayah. Ia meninggal setelah 16 bulan menjabat, tetapi kebijakannya dianggap tidak masuk akal karena kurangnya visi politik. SCRI 2022 menempatkannya di peringkat 38.
9. Millard Fillmore (1850–1853)
Kebijakan Tidak Masuk Akal: Dukungan terhadap Fugitive Slave Act (1850).
Fillmore, yang menggantikan Taylor, mendukung Fugitive Slave Act, yang mewajibkan warga Utara membantu menangkap budak yang melarikan diri. Kebijakan ini memicu kemarahan abolitionis dan memperburuk ketegangan antarwilayah. C-SPAN 2021 menilai Fillmore rendah dalam otoritas moral (39,4/100) dan hubungan dengan Kongres (40,1/100).
10. Donald Trump (2017–2021, 2025–sekarang)
Kebijakan Tidak Masuk Akal: Penarikan dari Perjanjian Iklim Paris dan kebijakan tarif agresif.
Trump menarik AS dari Perjanjian Iklim Paris (2017), mengabaikan konsensus ilmiah tentang perubahan iklim, yang dianggap tidak masuk akal oleh banyak ahli. Kebijakan tarifnya pada 2018–2019 dan 2025 meningkatkan harga konsumen dan memicu ketidakpastian ekonomi, dengan S&P 500 turun 4% pada 2025 akibat ketakutan resesi. Presidential Greatness Project 2024 menempatkannya sebagai presiden terburuk (skor 10,92/100), dengan nilai rendah dalam otoritas moral (8,5/100) dan hubungan internasional (9,2/100).
Tabel: 10 Presiden dengan Kebijakan Tidak Masuk Akal
Peringkat | Presiden | Masa Jabatan | Kebijakan Tidak Masuk Akal | Dampak Utama | Skor Survei (C-SPAN/SCRI) |
---|---|---|---|---|---|
1 | James Buchanan | 1857–1861 | Dukungan Dred Scott, laissez-faire terhadap perbudakan | Mempercepat Perang Saudara | 29,6/100 (C-SPAN) |
2 | Andrew Johnson | 1865–1869 | Rekonstruksi lunak, Black Codes | Era Jim Crow, impeachment | 33,8/100 (C-SPAN) |
3 | Franklin Pierce | 1853–1857 | Kansas-Nebraska Act | Bleeding Kansas, ketegangan Utara-Selatan | 35,2/100 (C-SPAN) |
4 | Warren G. Harding | 1921–1923 | Laissez-faire, skandal Teapot Dome | Korupsi massal, kehilangan kepercayaan publik | 37,4/100 (SCRI) |
5 | William Henry Harrison | 1841 | Pidato pelantikan tanpa mantel di cuaca dingin | Kematian dini, krisis politik | Tidak dinilai (C-SPAN) |
6 | John Tyler | 1841–1845 | Penolakan agenda Whig, usulan aneksasi Kuba | Krisis konstitusional, ketegangan internasional | 24,0/100 (C-SPAN, keadilan) |
7 | Herbert Hoover | 1929–1933 | Laissez-faire selama Depresi Besar | Pengangguran melonjak, Hoovervilles | 42,2/100 (C-SPAN, ekonomi) |
8 | Zachary Taylor | 1849–1850 | Oposisi Kompromi 1850 tanpa alternatif | Ketegangan antarwilayah | 38,1/100 (SCRI) |
9 | Millard Fillmore | 1850–1853 | Dukungan Fugitive Slave Act | Kemarahan abolitionis, ketegangan Utara-Selatan | 39,4/100 (C-SPAN, moral) |
10 | Donald Trump | 2017–2021, 2025– | Penarikan dari Perjanjian Iklim, tarif agresif | Ketidakpastian ekonomi, isolasi global | 10,92/100 (Pres. Greatness) |
Analisis Penyebab Kebijakan Tidak Masuk Akal
- Kurangnya Visi Strategis: Presiden seperti Buchanan dan Pierce gagal mengantisipasi konsekuensi jangka panjang dari kebijakan mereka, terutama terkait perbudakan. Buchanan percaya perbudakan akan “menyelesaikan sendiri,” sebuah anggapan yang terbukti salah.
- Kepemimpinan Lemah: Harding dan Hoover menunjukkan kurangnya pengawasan, baik dalam skandal korupsi (Harding) maupun krisis ekonomi (Hoover). Kepemimpinan yang lemah ini memperburuk dampak kebijakan.
- Ignoransi terhadap Fakta: Trump mengabaikan konsensus ilmiah tentang perubahan iklim, sementara Harrison mengabaikan risiko kesehatan yang jelas.
- Bias Ideologis: Johnson dan Pierce memihak kepentingan Selatan, mengabaikan kebutuhan nasional yang lebih luas, yang memicu konflik sosial dan politik.
- Konteks Historis: Banyak kebijakan ini terjadi pada masa krisis (Depresi Besar, pra-Perang Saudara), tetapi kegagalan presiden dalam merespons secara efektif memperburuk situasi.
Dampak Kebijakan Tidak Masuk Akal
- Sosial dan Politik: Kebijakan Buchanan, Pierce, dan Johnson mempercepat Perang Saudara dan era diskriminasi rasial. Fugitive Slave Act Fillmore memicu kemarahan Utara, sementara Black Codes Johnson menghambat kemajuan hak sipil.
- Ekonomi: Kebijakan Hoover memperpanjang Depresi Besar, sementara tarif Trump meningkatkan harga konsumen dan risiko resesi (45% probabilitas resesi pada 2026 menurut Goldman Sachs).
- Internasional: Penarikan Trump dari Perjanjian Iklim Paris mengisolasi AS dalam isu global, sementara usulan aneksasi Kuba oleh Tyler merusak hubungan diplomatik.
- Kepercayaan Publik: Skandal Teapot Dome Harding dan impeachment Johnson merusak kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Upaya Memperbaiki Warisan Kebijakan
Untuk menghindari kebijakan tidak masuk akal di masa depan, beberapa langkah dapat diambil:
- Konsultasi dengan Ahli: Presiden perlu melibatkan ilmuwan, ekonom, dan sejarawan dalam pengambilan keputusan, seperti untuk isu iklim atau ekonomi.
- Transparansi dan Akuntabilitas: Sistem pengawasan yang kuat, seperti yang absen pada era Harding, dapat mencegah korupsi.
- Pendidikan Politik: Presiden seperti Taylor, yang minim pengalaman politik, membutuhkan pelatihan kepemimpinan sebelum menjabat.
- Keseimbangan Ideologi: Menghindari bias seperti yang ditunjukkan Johnson dapat mendorong kebijakan yang lebih inklusif.
Kesimpulan
Ke-10 presiden ini, dari James Buchanan hingga Donald Trump, menerapkan kebijakan yang dianggap tidak masuk akal karena kurangnya visi, kepemimpinan lemah, atau ignoransi terhadap fakta. Survei seperti C-SPAN, SCRI, dan Presidential Greatness Project menegaskan bahwa kegagalan mereka berdampak luas, dari mempercepat Perang Saudara hingga memperburuk krisis ekonomi dan isolasi global. Tabel di atas merangkum kebijakan dan dampaknya, memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kepemimpinan yang rasional dan bertanggung jawab. Dengan belajar dari sejarah, AS dapat menghindari pengulangan kesalahan serupa di masa depan.
Referensi: C-SPAN Survey on Presidents 2021, Siena College Research Institute 2022, Presidential Greatness Project 2024, The Guardian, Mental Floss, U.S. News, dan analisis akademik terkait.