Viral

Sarjana S1 Fasih Bahasa Inggris Jadi Pemulung, Janji 19 Juta Lapangan Kerja Gibran Dipertanyakan

Sarjana S1 Fasih Bahasa Inggris Jadi Pemulung, Janji 19 Juta Lapangan Kerja Gibran Dipertanyakan

Sarjana S1 fasih bahasa Inggris jadi pemulung di Jakarta, memicu sorotan pada janji 19 juta lapangan kerja Gibran. Simak kisah, fakta pengangguran, dan kritik di 2025.

Sarjana S1 Fasih Bahasa Inggris Jadi Pemulung: Realitas Pengangguran

Sebuah video viral di TikTok pada 10 Agustus 2025 menampilkan seorang sarjana S1 lulusan universitas ternama, fasih berbahasa Inggris, kini bekerja sebagai pemulung di Jakarta. Kisah ini menjadi sorotan karena kontras dengan janji Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk menciptakan 19 juta lapangan kerja, yang diucapkannya saat debat cawapres pada 21 Januari 2024. Sarjana S1 fasih bahasa Inggris jadi pemulung ini memicu pertanyaan publik: ke mana perginya janji tersebut di tengah lonjakan pengangguran dan PHK massal?

Kronologi Kisah Viral dan Konteks Sosial

Video yang diunggah akun @jakartastory menunjukkan seorang pria berusia 29 tahun, lulusan S1 manajemen, berbincang fasih dalam bahasa Inggris dengan turis asing sembari mengumpulkan botol plastik. Ia mengaku kehilangan pekerjaan formal akibat PHK di sektor startup pada 2024 dan terpaksa menjadi pemulung untuk bertahan hidup. Kisah sarjana S1 fasih bahasa Inggris jadi pemulung ini mendapat simpati netizen, dengan komentar seperti, “Mana janji 19 juta lapangan kerja?” dari @worker_id di X. Video tersebut ditonton lebih dari 3 juta kali, memperkuat narasi kegagalan pemerintah mengatasi pengangguran terdidik.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran terbuka per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang, naik 83.450 dari tahun sebelumnya. PHK massal, seperti di PT Sritex (6 Maret 2025), memperburuk situasi. Sarjana S1 fasih bahasa Inggris jadi pemulung menjadi simbol ketidaksesuaian antara janji politik dan realitas ekonomi, terutama di kalangan generasi muda.

Janji Gibran dan Realitas Ekonomi

Gibran berjanji menciptakan 19 juta lapangan kerja melalui hilirisasi, transisi energi hijau, dan pemberdayaan UMKM, dengan 5 juta di antaranya green jobs. Janji ini disampaikan dalam debat cawapres di JCC Senayan, mengutip agenda pemerataan pembangunan. Namun, sarjana S1 fasih bahasa Inggris jadi pemulung menyoroti kegagalan implementasi. Ekonom Yusuf Rendy Manilet dari CORE Indonesia menyebut target ini sulit tercapai karena pertumbuhan ekonomi stagnan di 5% dan investasi padat modal hanya menyerap 1.000 tenaga kerja per Rp1 triliun, jauh menurun dari era pra-Covid (1.300 orang).

Viral Kekerasan Kucing, Lirabica Lapor Polisi

Direktur Celios Nailul Huda menambahkan, “1% pertumbuhan ekonomi kini hanya menyerap 100 ribu tenaga kerja, jauh dari 400 ribu dulu.” Ia memprediksi hanya 3 juta lapangan kerja tercipta dalam 5 tahun, kebanyakan di sektor informal tanpa perlindungan sosial. Sarjana S1 fasih bahasa Inggris jadi pemulung mencerminkan ketimpangan ini, di mana lulusan terdidik sulit masuk pasar kerja formal akibat mismatch keterampilan dan minimnya investasi padat karya.

Kritik Publik dan Kebijakan Pemerintah

Kasus sarjana S1 fasih bahasa Inggris jadi pemulung memicu kritik tajam di media sosial. Akun X @msaid_didu menulis, “Janji 19 juta lapangan kerja hanya omong kosong,” disukai 4.500 pengguna. Netizen lain, seperti @alpin.brain, menyinggung kebijakan seperti Koperasi Desa Merah Putih yang justru mengancam 175.000 lapangan kerja sektor farmasi. Menteri P2MI Abdul Kadir Karding malah menyarankan warga cari kerja ke luar negeri, bertolak belakang dengan janji Gibran, memicu komentar sinis: “19 juta lapangan kerja di luar negeri?”

Direktur Indef Esther Sri Astuti menilai pemerintah gagal mengalokasikan anggaran untuk pendidikan dan investasi, dua pilar utama penciptaan lapangan kerja. Anggaran pendidikan menurun, dialihkan ke program seperti Makan Bergizi Gratis, yang minim dampak pada peningkatan keterampilan. Sarjana S1 fasih bahasa Inggris jadi pemulung menunjukkan kegagalan sistemik ini.

Solusi dan Langkah ke Depan

Untuk mengatasi krisis, pemerintah perlu mereformasi pendidikan vokasi agar sesuai kebutuhan industri, seperti teknologi digital dan energi hijau. Investasi harus diarahkan ke sektor padat karya, bukan padat modal. Sarjana S1 fasih bahasa Inggris jadi pemulung juga menggarisbawahi perlunya program pelatihan ulang (reskilling) untuk lulusan terdidik yang terdampak PHK. Kominfo dan platform media sosial bisa mempromosikan peluang kerja formal untuk mengurangi ketergantungan pada sektor informal.

Penutup

Kisah sarjana S1 fasih bahasa Inggris jadi pemulung adalah cerminan kegagalan mewujudkan janji 19 juta lapangan kerja Gibran. Dengan pengangguran 7,28 juta dan PHK massal, pemerintah harus segera bertindak dengan kebijakan konkrit, bukan retorika. Kasus ini mengajak kita refleksi: pendidikan tinggi bukan jaminan pekerjaan tanpa dukungan sistemik. Publik menuntut transparansi dan realisasi janji untuk masa depan ekonomi yang lebih inklusif.

Mengenal Sosok Timo Tjahjanto: Maestro Horor dan Aksi Indonesia

Penulis: Saraswati
Tanggal Terbit: 13 Agustus 2025

Reaksi Sentiment Public

Loading spinner
error: Dilarang Copy ya Disini 👊