Politik

Politik Badut, Berpolitik Seenak Perut

Politik Badut, Berpolitik Seenak Perut
Oleh: Tim Redaksi sentiment.co.id

Di tengah gemerlap panggung politik Indonesia, istilah “politik badut” kian sering terdengar. Frasa ini bukan sekadar ejekan, melainkan cerminan dari praktik berpolitik yang jauh dari substansi, penuh drama, dan sering kali mengorbankan kepentingan rakyat demi kepentingan pribadi atau kelompok. “Berpolitik seenak perut” menjadi gambaran bagaimana sebagian politikus menjalankan roda kekuasaan dengan semaunya, tanpa mempedulikan etika, integritas, atau tanggung jawab publik.

Politik Badut: Pertunjukan Tanpa Makna

Politik badut merujuk pada gaya berpolitik yang mengedepankan gimmick, sensasi, dan retorika kosong ketimbang gagasan atau solusi nyata. Kita sering melihat politikus yang lebih sibuk membangun citra lewat media sosial, joget-joget, atau pernyataan kontroversial, daripada menghadirkan kebijakan yang membumi. Fenomena ini diperparah oleh polarisasi masyarakat, di mana loyalitas kepada figur atau partai tertentu sering mengalahkan nalar kritis.

Misalnya, dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan debat politik yang lebih mirip adu mulut ketimbang adu gagasan. Alih-alih membahas isu krusial seperti kemiskinan, pendidikan, atau perubahan iklim, sebagian politikus sibuk melempar narasi provokatif atau memainkan isu SARA untuk memancing emosi publik. Ini adalah ciri khas politik badut: mengalihkan perhatian dari masalah riil dengan pertunjukan yang menghibur namun kosong.

Benarkah Alien Ada? Mayoritas Ilmuwan Yakin!

Berpolitik Seenak Perut: Kekuasaan Tanpa Akuntabilitas

“Berpolitik seenak perut” menggambarkan bagaimana sebagian elit politik menjalankan kekuasaan dengan semena-mena, seolah rakyat hanyalah penonton pasif. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih menjadi momok yang sulit diberantas. Laporan Transparency International 2024 menunjukkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia masih berkutat di angka 34 dari 100, menandakan bahwa korupsi tetap menjadi tantangan serius.

Praktik ini terlihat dari berbagai kasus, mulai dari penyalahgunaan anggaran negara hingga manipulasi kebijakan untuk kepentingan pribadi. Contoh nyata adalah maraknya proyek infrastruktur yang dikorupsi, di mana dana rakyat yang seharusnya untuk kesejahteraan malah mengalir ke kantong para pejabat. Selain itu, fenomena “politik dinasti” juga semakin merajalela, di mana kekuasaan diwariskan layaknya kerajaan, mengabaikan meritokrasi dan demokrasi yang sehat.

Dampak bagi Masyarakat

Politik badut dan berpolitik seenak perut memiliki dampak nyata bagi rakyat. Pertama, kepercayaan publik terhadap institusi politik merosot tajam. Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2024 menunjukkan bahwa hanya 20% masyarakat yang percaya penuh pada DPR, sementara sisanya skeptis atau apatis. Ketidakpercayaan ini memicu apatisme politik, di mana rakyat merasa suaranya tidak lagi berarti.

Aksi Tegas Bobby Nasution: Diskotik Narkoba Ditutup

Kedua, ketimpangan sosial semakin lebar. Ketika kebijakan dibuat berdasarkan kepentingan elit, rakyat kecil lah yang menjadi korban. Misalnya, kenaikan harga bahan pokok atau buruknya akses pendidikan dan kesehatan sering kali diabaikan demi proyek-proyek prestisius yang menguntungkan segelintir orang.

Jalan Keluar: Politik Berintegritas

Untuk keluar dari lingkaran politik badut dan berpolitik seenak perut, diperlukan reformasi menyeluruh. Pertama, masyarakat harus lebih kritis dalam memilih pemimpin. Jangan terpikat oleh janji manis atau gimmick semata, tetapi nilai rekam jejak dan integritas kandidat. Kedua, penguatan lembaga antikorupsi seperti KPK harus terus didorong, termasuk memberikan mereka kewenangan yang lebih besar untuk menindak pelaku KKN.

Ketiga, media dan masyarakat sipil perlu berperan aktif sebagai pengawas. Media harus berani mengungkap praktik politik yang merugikan, sementara masyarakat sipil dapat memanfaatkan platform digital untuk menyuarakan aspirasi dan menekan pemerintah. Terakhir, pendidikan politik bagi masyarakat luas harus ditingkatkan agar rakyat tidak mudah dimanipulasi oleh narasi populis atau provokatif.

Penutup

Iwan Kurniawan Bantah Terlibat Kasus Sritex, Sebut Hanya Ikuti Perintah Atasan

Politik badut dan berpolitik seenak perut adalah penyakit yang menggerogoti demokrasi Indonesia. Jika dibiarkan, fenomena ini akan terus merusak kepercayaan publik dan memperlebar jurang ketimpangan. Sudah saatnya kita menuntut politik yang berintegritas, di mana pemimpin bekerja untuk rakyat, bukan untuk perut mereka sendiri. Mari bersama-sama membangun demokrasi yang substansial, bukan sekadar panggung pertunjukan badut.

sentiment.co.id – Menggali Makna, Menyuarakan Kebenaran

Berita Terbaru

error: Dilarang Copy ya Disini 👊