Sentiment.co.id – Banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Provinsi Bali pada Rabu (10/9/2025) menjadi yang terparah dalam satu dekade terakhir, menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya. Bencana ini telah merenggut nyawa sembilan orang dan menyebabkan lebih dari 200 warga dievakuasi oleh tim SAR di berbagai wilayah.
Dua korban meninggal dilaporkan di Kabupaten Jembrana, akibat tersengat listrik dan terseret arus banjir. Lima korban lainnya ditemukan di Kota Denpasar, termasuk Nadira, Ni Wayan Lenyot, dan Dedek Rio Adi Saputra, dengan dua di antaranya ditemukan di Pasar Kumbasari dan satu di Jalan Hasanuddin. Satu korban lainnya ditemukan di Kabupaten Gianyar, sementara satu korban di Karangasem belum memiliki informasi rinci mengenai identitas dan penyebab kematian.
Banjir melanda empat wilayah administrasi di Bali, yaitu Kabupaten Jembrana, Gianyar, Tabanan, Klungkung, dan Kota Denpasar. Di Denpasar, banjir menggenangi 43 lokasi, dengan dampak terbesar di Pasar Kumbasari dan Jalan Pura Demak. Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan bahwa pedagang yang terdampak akan mendapat ganti rugi melalui anggaran bersama APBD Provinsi Bali dan Kota Denpasar. “Saya minta pak wali kota untuk menghitung kerugian bangunan dan material lainnya, termasuk barang-barang milik pedagang. Semuanya akan diganti rugi,” ujar Koster.
Evakuasi warga masih berlangsung hingga pukul 12.00 WITA, dengan fokus di wilayah seperti Ubung Kaja (30 orang dievakuasi) dan Jalan Pura Demak (lebih dari 40 orang). Hujan lebat yang berlangsung sejak Selasa (9/9/2025) menyebabkan luapan sungai, termasuk Tukad Badung di Denpasar, ditambah faktor sampah dan pembangunan yang mengganggu aliran air. Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar menyebut gelombang ekuatorial Rossby sebagai pemicu utama cuaca ekstrem ini, dengan prediksi hujan mulai reda pada Kamis (11/9/2025).
Kerugian material akibat banjir diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah, termasuk kerusakan rumah, kendaraan, dan terganggunya aktivitas perdagangan serta pariwisata. Ekonom Universitas Udayana, Amrita Nugraheni Saraswaty, menyoroti bahwa pembangunan masif dan alih fungsi lahan menjadi faktor utama banjir, selain curah hujan tinggi. Ia menyarankan pemerintah melibatkan warga untuk menelusuri masalah aliran sungai, seperti Sungai Ayung, guna mencegah banjir serupa di masa depan.
Warga seperti Tasha dari Padangsambian, Denpasar Barat, mengaku kaget dengan skala banjir yang merendam rumahnya, meskipun wilayahnya dianggap bebas banjir. Sementara Ronatal Siahaan dari Batu Bulan, Gianyar, menyebut banjir kali ini jauh lebih parah dibandingkan pengalaman sebelumnya. Hingga kini, bantuan dari pemerintah daerah masih dinanti untuk meringankan kerugian warga.
Komentar