sentiment.co.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengonfirmasi adanya indikasi kuat bahwa food tray atau nampan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) terpapar minyak babi selama proses produksi. Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, menyatakan hal ini setelah Focus Group Discussion (FGD) mendalam yang digelar pada 29 Agustus 2025. Forum tersebut dihadiri perwakilan Badan Gizi Nasional (BGN), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Standardisasi Nasional (BSN), serta asosiasi produsen alat makan seperti ASPRADAM dan APMAKI. “Informasi dugaan paparan minyak babi dalam food tray MBG terkonfirmasi valid berdasarkan penjelasan saksi proses produksi dan dokumen tertulis,” ujar Ni’am pada Senin (22/9/2025).
Isu ini pertama kali mencuat dari laporan Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) DKI Jakarta. Wakil Sekretaris RMI-NU, Wafa Riansyah, mengungkap pengamatan langsung di pabrik China, khususnya wilayah Chaoshan, di mana minyak hewani—diduga lemak babi—dicampur sebagai pelumas dalam tahap stamping atau pencetakan stainless steel. “Kami melihat prosesnya: ada campuran minyak hewani untuk mengurangi cacat produksi, berbeda dengan pabrik Indonesia yang pakai minyak nabati,” katanya. Pengujian di dua laboratorium China menunjukkan hasil positif kandungan minyak babi, meski uji di Sucofindo Indonesia dan Singapura gagal mendeteksi karena keterbatasan metode. RMI-NU menolak keras penggunaan produk impor ini, meski disterilkan, karena standar halal Indonesia menekankan proses produksi bebas unsur haram, bukan hanya hasil akhir.
BGN, melalui Kepala Dadan Hindayana, membantah adanya kandungan minyak babi di food tray yang beredar. “Minyak hanya digunakan sebagai pelumas sementara saat pencetakan agar alat tidak panas dan mudah dibentuk. Setelah itu, direndam dan dibersihkan hingga steril. Food tray terbuat dari logam seperti nikel, bukan mengandung minyak,” tegas Dadan pada 18 September 2025. Ia menambahkan, kebutuhan bulanan MBG mencapai 15 juta unit, dengan 80 persen siswa penerima manfaat menggunakan impor dari China. Namun, BGN menjanjikan penjelasan lebih lanjut dan evaluasi proses.
PBNU menanggapi dengan nuansa lebih permisif. Wakil Ketua PBNU, Fahrur Rahman, menyatakan food tray yang terkena minyak babi boleh dipakai setelah dicuci bersih. “Kalau ompreng terkena minyak babi, bisa disucikan dan halal,” katanya. Meski demikian, ia mendesak BGN transparan soal bentuk kandungan dan prosesnya. Sebaliknya, RMI-NU DKI tegas: “Tetap haram meski distelirkan, karena prosesnya najis.” Muhammadiyah juga bergabung menyerukan penghentian sementara food tray bermasalah hingga kehalalan terjamin.
MUI menekankan urgensi mitigasi untuk kelancaran MBG, program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang menyasar anak sekolah demi peningkatan gizi nasional. “Program bagus ini jangan terhambat. Harus ada jalan keluar dengan komitmen semua pihak, termasuk hentikan impor jika terbukti melanggar,” tegas Ni’am. MUI siap garda terdepan memastikan aspek halal, melalui tabayun dan kerjasama lintas lembaga. Selain isu halal, food tray impor juga diduga melanggar Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan label palsu “Made in Indonesia” dan kandungan mangan tinggi yang berbahaya untuk makanan asam, seperti yang diungkap Kepala BPOM Prof. Taruna Sayuti. “Kami punya lab untuk swab test dan DNA babi. Halal-haram krusial bagi mayoritas muslim Indonesia,” katanya.
Kronologi isu ini bermula Agustus 2025, saat laporan viral menyebut food tray China mengandung zat berbahaya. Wafa Riansyah batal impor setelah uji lab, dan melaporkan ke MUI serta Kementerian Perdagangan. Laporan Safety Data Sheet (SDS) pabrik China, diterjemahkan resmi, menguatkan dugaan penggunaan lard oil (lemak babi) untuk polishing dan passivation, tahap akhir produksi stainless steel agar anti-karat. Hal ini memicu penolakan di Sulawesi Utara, di mana satu kecamatan tolak MBG karena isu ini.
Implikasi lebih luas: MBG, dengan anggaran triliunan, bertujuan kurangi stunting dan tingkatkan SDM. Namun, kontroversi ini ancam kepercayaan publik. MUI desak regulasi impor ketat, pengawasan mutu, dan fatwa resmi. “Perlindungan konsumen, terutama anak-anak, prioritas. Halalan thayyiban bagian dari itu,” ujar Ikhsan dari LPPOM MUI. Muhammadiyah minta stop sementara, sementara BPOM siap uji independen.
Pemerintah responsif: Kementerian Perdagangan janji selidiki impor ilegal, BGN bentuk tim investigasi. Masyarakat diimbau laporkan temuan ke BPJPH atau MUI. Isu ini jadi alarm serius: kehalalan bukan opsional di Indonesia. Dengan koordinasi, MBG bisa lanjut aman, pastikan makanan bergizi benar-benar halal dan sehat.
Komentar