Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, menjadi sorotan setelah melaporkan Hakim Dennie Arsan Fatrika ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) pada 4 Agustus 2025. Laporan ini terkait dugaan pelanggaran etik dalam vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan Dennie sebagai Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dalam kasus korupsi impor gula 2015–2016. Sorotan publik tertuju pada kekayaan Dennie yang mencapai Rp4,3 miliar berdasarkan LHKPN 2024, yang dianggap melonjak signifikan. Artikel ini mengupas fakta menarik seputar laporan Tom Lembong, profil kekayaan Dennie, dan konteks kasusnya.
Latar Belakang Laporan Tom Lembong
Vonis Kontroversial
Pada 18 Juli 2025, Dennie Arsan Fatrika memimpin sidang yang memvonis Tom Lembong 4,5 tahun penjara dan denda Rp750 juta (subsider 6 bulan kurungan) atas dugaan korupsi impor gula. Tom didakwa merugikan negara Rp578,1 miliar karena menerbitkan izin impor gula kristal mentah tanpa rapat antarkementerian dan rekomendasi Kementerian Perindustrian, serta menunjuk koperasi TNI/Polri alih-alih BUMN untuk stabilisasi harga. Namun, Tom membantah adanya niat jahat (mens rea), dan vonis ini dianggapnya tidak adil.
Pelaporan ke MA dan KY
Setelah dibebaskan melalui abolisi Presiden Prabowo Subianto pada 1 Agustus 2025, Tom melaporkan Dennie dan dua hakim anggota (Purwanto S. Abdullah dan Alfis Setyawan) ke MA dan KY. Kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, menyebut laporan ini bertujuan mengevaluasi penegakan hukum, dengan tuduhan bahwa Dennie tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah, melainkan memperlakukan Tom seolah sudah bersalah.
Kekayaan Dennie Arsan Fatrika
Lonjakan Harta
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 31 Desember 2024, kekayaan Dennie mencapai Rp4,313,850,000, terdiri dari:
- Tanah dan bangunan: 3 bidang di Bogor senilai Rp3,15 miliar.
- Kendaraan: Toyota Innova, Mitsubishi Pajero Sport, dan Yamaha XMAX senilai Rp900 juta.
- Harta bergerak lain: Rp153,85 juta.
- Kas dan setara kas: Rp460 juta.
- Utang: Rp350 juta.
Harta ini melonjak dari Rp192 juta pada 2008 saat Dennie menjadi hakim di PN Lubuk Basung. Pada 2022, hartanya Rp1,95 miliar, dan pada 2023, Rp4,2 miliar. Kenaikan ini memicu spekulasi di media sosial, meski PN Jakarta Pusat mengklarifikasi bahwa kekayaan berasal dari penghasilan Dennie, warisan, dan pendapatan istrinya yang berprofesi sebagai advokat.
Sorotan Publik
Warganet di X dan Threads mempertanyakan lonjakan kekayaan Dennie, dengan beberapa menyebutnya mencurigakan dan mendesak PPATK untuk menyelidiki. Komentar seperti “Nah ini yang harusnya diblokir sama PPATK” dan “Kebenaran akan menemukan jalannya” mencerminkan sentimen kritis. Namun, tidak ada bukti konkret yang mendukung tuduhan korupsi terhadap Dennie.
Fakta Menarik
Rekam Jejak Dennie
Dennie, Hakim Madya Utama dengan pangkat Pembina Utama Muda (IV/c), memiliki karier panjang sejak 1999, mulai dari PN Karawang hingga PN Jakarta Pusat pada 2023. Ia pernah menangani kasus korupsi besar, seperti pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (2015) yang merugikan negara Rp100 miliar dan kasus impor gula lainnya. Reputasinya sebagai hakim di PN Bogor juga diakui dengan predikat Wilayah Bebas dari Korupsi.
Respons Publik dan Politik
Laporan Tom Lembong memicu polarisasi. Pendukungnya, termasuk Anies Baswedan, menyebut vonis ini menimbulkan keraguan terhadap sistem hukum. Sementara itu, Kejaksaan Agung membela dakwaan dengan bukti kerugian negara Rp194,72 miliar. Drama ini diperkirakan akan memengaruhi kepercayaan publik terhadap peradilan.
Daftar Isi
Kesimpulan
Laporan Tom Lembong terhadap Hakim Dennie Arsan Fatrika menyoroti ketegangan antara penegakan hukum dan persepsi keadilan. Kekayaan Dennie yang melonjak dari Rp192 juta menjadi Rp4,3 miliar menjadi bahan perbincangan, meski PN Jakarta Pusat menegaskan sumbernya sah. Di tengah digitalisasi dan perhatian media sosial pada 2025, kasus ini menggarisbawahi pentingnya transparansi dalam sistem peradilan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.