ICC Desak Hungaria Jelaskan Kegagalan Menangkap Benjamin Netanyahu

ICC Desak Hungaria Jelaskan Kegagalan Menangkap Benjamin Netanyahu
Oleh: Tim Redaksi Sentiment.co.id
Tanggal: 18 April 2025

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah meminta Hungaria untuk memberikan penjelasan resmi terkait kegagalannya menangkap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, selama kunjungannya ke Budapest pada 3-6 April 2025. Permintaan ini muncul setelah Hungaria, yang merupakan negara anggota ICC, tidak mematuhi surat perintah penahanan yang dikeluarkan ICC pada November 2024 terhadap Netanyahu atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Keputusan Hungaria untuk mengumumkan penarikan diri dari ICC selama kunjungan tersebut memicu kecaman luas dari komunitas internasional dan memunculkan pertanyaan tentang komitmen negara tersebut terhadap hukum internasional.

Latar Belakang Kunjungan Netanyahu

Netanyahu tiba di Budapest pada 3 April 2025 atas undangan Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, untuk kunjungan kenegaraan selama empat hari. Kunjungan ini menjadi perjalanan pertama Netanyahu ke Eropa sejak ICC mengeluarkan surat perintah penahanan terhadapnya dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, pada November 2024. ICC menyatakan ada “alasan yang masuk akal” bahwa Netanyahu bertanggung jawab atas kejahatan perang, termasuk kelaparan sebagai metode peperangan, pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya selama konflik di Gaza.

Sebagai anggota ICC, Hungaria diwajibkan untuk menahan dan menyerahkan Netanyahu ke pengadilan di Den Haag. Namun, alih-alih menangkapnya, Hungaria menyambut Netanyahu dengan karpet merah, upacara militer, dan penghormatan kenegaraan di Buda Castle. Beberapa jam setelah kedatangan Netanyahu, pemerintah Orban mengumumkan rencana penarikan diri dari ICC, menyebut pengadilan tersebut sebagai “pengadilan politik” yang tidak lagi imparsial. Langkah ini membuat Hungaria menjadi satu-satunya negara Uni Eropa yang berniat keluar dari ICC, sebuah proses yang akan memakan waktu setidaknya satu tahun sesuai Pasal 127 Statuta Roma.

Mpok Alpa Meninggal Dunia: Duka Usai 3 Tahun Melawan Kanker

Permintaan ICC dan Reaksi Internasional

Menurut laporan dari Middle East Eye, ICC secara resmi meminta Hungaria untuk menjelaskan kegagalannya menangkap Netanyahu melalui pemberitahuan publik yang dirilis pada 16 April 2025. Pengadilan meminta Budapest untuk memberikan tanggapan tertulis paling lambat 23 Mei 2025. ICC juga mengungkapkan bahwa permintaan penahanan dan penyerahan Netanyahu telah dikirim beberapa jam setelah ia mendarat di Hungaria pada 3 April, namun pemerintah Hungaria menolak mematuhinya.

Tindakan Hungaria memicu kritik tajam dari berbagai pihak. Juru bicara ICC, Fadi El-Abdullah, menegaskan bahwa Hungaria tetap memiliki kewajiban untuk bekerja sama dengan ICC selama proses penarikan diri belum selesai. Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, menyebut keputusan Hungaria sebagai “hari buruk bagi hukum pidana internasional” dan menegaskan bahwa “tidak ada yang kebal hukum di Eropa.” Sementara itu, Amnesty International dan Human Rights Watch mengecam Hungaria, menyebut tindakan Orban sebagai “serangan terhadap supremasi hukum” dan “pelecehan terhadap korban kejahatan di Gaza.”

Di sisi lain, Netanyahu memuji keputusan Hungaria untuk keluar dari ICC sebagai “langkah berani dan berprinsip,” mengklaim bahwa pengadilan tersebut telah kehilangan legitimasi dan bersikap bias politik. Ia juga menyebut tuduhan ICC sebagai “antisemitik” dan menegaskan bahwa Israel sedang berjuang dalam “perang yang adil.”

Kontroversi dan Implikasi Hukum

Duka Mpok Alpa: Perjuangan 3 Tahun Melawan Kanker Payudara

Keputusan Hungaria untuk tidak menangkap Netanyahu mencerminkan sikap sejumlah negara anggota ICC yang terbagi dalam menanggapi surat perintah penahanan tersebut. Negara seperti Spanyol, Belanda, dan Finlandia menyatakan akan menegakkan perintah ICC, sementara negara lain, termasuk Jerman dan Polandia, mengindikasikan bahwa mereka mungkin tidak akan menahan Netanyahu jika ia berkunjung. Hungaria sendiri beralasan bahwa Statuta Roma tidak pernah diundangkan ke dalam hukum nasional, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum di wilayahnya. Namun, para ahli hukum internasional menegaskan bahwa sebagai penandatangan Statuta Roma, Hungaria tetap terikat oleh kewajiban hukum internasional.

ICC tidak memiliki kekuatan penegakan hukum sendiri dan bergantung pada kerja sama negara anggota untuk menangkap tersangka. Kegagalan Hungaria bukanlah kasus pertama; sebelumnya, ICC juga menyelidiki Italia dan Mongolia karena gagal menangkap tersangka yang diinginkan pengadilan, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin. Dalam kasus Hungaria, ICC telah memulai prosedur ketidakpatuhan, yang dapat mengakibatkan rujukan ke Majelis Negara-Negara Pihak ICC atau Dewan Keamanan PBB, meskipun sanksi konkret jarang diberlakukan.

Implikasi Politik dan Diplomatik

Kunjungan Netanyahu ke Hungaria menyoroti hubungan erat antara Orban dan Netanyahu, yang telah terjalin selama bertahun-tahun berdasarkan pandangan konservatif dan nasionalis mereka. Orban, yang dikenal sebagai sekutu setia Israel di Eropa, telah berulang kali memblokir pernyataan atau sanksi Uni Eropa terhadap Israel. Keputusan Hungaria untuk keluar dari ICC juga dipandang sebagai upaya Orban untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang menentang institusi internasional, sekaligus menjalin hubungan lebih erat dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump, yang juga mengkritik ICC dan memberlakukan sanksi terhadap jaksa ICC, Karim Khan.

Bagi Netanyahu, kunjungan ini merupakan langkah strategis untuk menunjukkan bahwa ia masih dapat melakukan perjalanan internasional meskipun menghadapi surat perintah ICC. Setelah kunjungan ke Hungaria, Netanyahu dilaporkan melakukan perjalanan ke Washington melalui beberapa negara Eropa tanpa ditahan, menunjukkan tantangan ICC dalam menegakkan perintahnya.

Viral 2025: Pemuda Muarojambi Ditindak Polisi Gegara Bendera One Piece

Apa Selanjutnya?

Permintaan ICC kepada Hungaria menandai langkah penting dalam upaya pengadilan untuk menegakkan otoritasnya, namun efektivitasnya masih dipertanyakan. Hingga saat ini, pemerintah Hungaria belum menanggapi permintaan ICC secara publik, dan sikap keras Orban menunjukkan bahwa Budapest tidak akan mengubah pendiriannya. Sementara itu, konflik di Gaza terus berlanjut, dengan laporan bahwa lebih dari 50.000 warga Palestina telah tewas dan 1,9 juta orang mengungsi akibat operasi militer Israel, yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 251 orang.

Kontroversi ini menggarisbawahi tantangan besar yang dihadapi ICC dalam menegakkan keadilan internasional, terutama ketika menghadapi negara-negara yang menolak kerja sama. Bagi Hungaria, keputusan untuk melindungi Netanyahu dan keluar dari ICC dapat memperdalam isolasinya di Uni Eropa, sementara bagi ICC, kasus ini menjadi ujian kritis terhadap kredibilitasnya di panggung global.

Sentiment.co.id akan terus memantau perkembangan kasus ini.

sentiment: