Korupsi Chromebook resmi menyeret mantan Mendikbudristek 2019–2024, Nadiem Makarim, sebagai tersangka. Kejaksaan Agung menetapkan status hukum tersebut pada Kamis, 4 September 2025, usai penyidik mendalami bukti serta keterangan lebih dari 120 saksi dan empat ahli.
Korupsi Chromebook dalam Proyek Digitalisasi Pendidikan
Korupsi Chromebook bermula dari penerbitan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan. Dalam lampirannya, spesifikasi teknis langsung mengarah pada penggunaan Chrome OS. Kejagung menilai kebijakan ini menyalahi aturan karena secara sepihak mematok merek tertentu.
Tak berhenti di situ, pada Februari 2020, Nadiem bertemu pihak Google Indonesia untuk membicarakan program Google for Education. Pertemuan ini melahirkan kesepakatan bahwa Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) akan menjadi dasar pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Kesepakatan itu dilanjutkan dalam rapat tertutup via Zoom pada Mei 2020. Di sana, hadir sejumlah pejabat Kemendikbudristek serta staf khusus menteri. Arahan dari Nadiem mengharuskan penggunaan Chromebook, meskipun proyek pengadaan TIK saat itu belum dimulai.
Dampak Kasus Korupsi Chromebook
Korupsi Chromebook berdampak luas pada dunia pendidikan. Proyek digitalisasi yang seharusnya memberi akses teknologi merata justru diduga merugikan keuangan negara dalam jumlah besar. Selain itu, pemaksaan penggunaan satu merek dinilai menghambat kompetisi sehat antarpenyedia perangkat.
Kejaksaan Agung menegaskan penyidikan masih berlanjut. Publik menunggu langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan pengembangan kasus ke pihak lain yang terlibat dalam rantai keputusan. Kasus ini juga memunculkan desakan agar proyek digitalisasi pendidikan dievaluasi menyeluruh, demi mencegah penyalahgunaan kewenangan serupa di masa depan.
Penulis: Saraswati
Tanggal Terbit: Jum’at, 5 September 2025
Komentar