Penulis: Tim Sentiment.co.id
Pada awal April 2025, dunia dikejutkan oleh kebijakan tarif impor agresif Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang menetapkan tarif dasar 10% untuk semua barang impor dan tarif timbal balik 32% khusus untuk Indonesia. Langkah ini, yang diumumkan sebagai bagian dari agenda “America First”, mengancam stabilitas ekspor Indonesia ke AS—salah satu pasar terbesar bagi produk tekstil, alas kaki, dan elektronik Tanah Air. Namun, di tengah tantangan ini, Presiden Prabowo Subianto tampil dengan strategi cerdas untuk membentengi perekonomian Nusantara, mengubah ancaman menjadi peluang kebangkitan nasional.
Diplomasi Ekonomi Berbasis Kemitraan Global
Prabowo memulai langkahnya dengan memperkuat diplomasi ekonomi. Dalam pidato pertamanya setelah pengumuman tarif Trump pada 3 April 2025, ia menegaskan bahwa Indonesia tidak akan terjebak dalam perang dagang yang merugikan, melainkan mencari solusi melalui dialog dan kerja sama. Prabowo segera mengutus Menteri Perdagangan dan Menteri Luar Negeri ke Washington untuk bernegosiasi dengan pemerintahan Trump, menawarkan paket investasi yang menguntungkan perusahaan AS yang bersedia membangun fasilitas produksi di Indonesia. Strategi ini tidak hanya bertujuan mengurangi dampak tarif, tetapi juga menarik investasi asing untuk memperkuat basis manufaktur lokal.
Selain itu, Prabowo mempercepat diversifikasi pasar ekspor. Ia mengarahkan Kementerian Perdagangan untuk memperdalam hubungan dagang dengan negara-negara ASEAN, Uni Eropa, dan Tiongkok. Misalnya, Indonesia menargetkan peningkatan ekspor ke pasar Eropa sebesar 20% dalam dua tahun, memanfaatkan perjanjian kemitraan ekonomi yang sudah ada seperti CEPA dengan Uni Eropa. Langkah ini diharapkan dapat mengompensasi potensi penurunan ekspor ke AS yang mencapai $18 miliar akibat tarif.
Hilirisasi: Mengubah Ketergantungan menjadi Kekuatan
Salah satu pilar utama strategi Prabowo adalah percepatan hilirisasi sumber daya alam. Mengambil inspirasi dari keberhasilan larangan ekspor nikel mentah pada masa sebelumnya, Prabowo kini memperluas kebijakan ini ke komoditas lain seperti bauksit, tembaga, dan kelapa sawit. Dengan memaksa pengolahan bahan mentah dilakukan di dalam negeri, Indonesia tidak hanya meningkatkan nilai tambah ekspor, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada pasar AS yang kini dibatasi tarif tinggi.
Pada 5 April 2025, Prabowo meluncurkan program “Indonesia Mandiri 2030”, yang mencakup pembangunan 50 kawasan industri baru di luar Jawa untuk mendukung hilirisasi. Didukung oleh insentif pajak dan kemudahan perizinan, program ini menarik minat investor domestik maupun asing. Prabowo menargetkan bahwa dalam tiga tahun, 60% ekspor Indonesia berupa produk olahan, bukan lagi bahan mentah, sehingga dampak tarif Trump dapat diminimalkan.
Strengthening Domestic Consumption
Prabowo juga menyadari bahwa ketahanan ekonomi tidak hanya bergantung pada ekspor, tetapi juga pada kekuatan pasar dalam negeri. Untuk itu, ia meluncurkan program stimulus ekonomi berupa “Konsumsi Nusantara”, yang memberikan subsidi kepada UMKM dan petani lokal untuk meningkatkan produksi barang konsumsi. Program ini dilengkapi dengan kampanye “Beli Produk Indonesia” yang masif, mengajak 270 juta penduduk Indonesia menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Selain itu, Prabowo menggenjot proyek infrastruktur besar seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan jaringan kereta cepat di Sumatra. Dengan anggaran Rp500 triliun untuk 2025, proyek ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya mengurangi ketergantungan pada ekspor.
Tantangan dan Prospek ke Depan
Meski strategi Prabowo terlihat menjanjikan, tantangan tetap ada. Pengusaha kecil dan menengah mengeluhkan kenaikan biaya produksi akibat terganggunya rantai pasok dari AS, sementara inflasi diperkirakan meningkat akibat kenaikan harga barang impor. Namun, Prabowo optimistis. Dalam wawancara pada 7 April 2025, ia menyatakan, “Kita tidak boleh takut pada badai. Indonesia punya akar kuat untuk bertahan dan tumbuh lebih besar.”
Para ekonom memperkirakan bahwa jika strategi ini berhasil, Indonesia bisa menekan dampak tarif Trump hingga di bawah 5% terhadap PDB nasional. Lebih dari itu, langkah Prabowo dapat menjadi model bagi negara berkembang lain dalam menghadapi proteksionisme global. Dengan visi “Indonesia Mandiri”, Prabowo tidak hanya berupaya bertahan, tetapi juga memosisikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang disegani di panggung dunia.
Artikel ini ditulis oleh Tim Sentiment.co.id berdasarkan perkembangan terkini hingga April 2025.