Mengapa Lowongan Kerja Sulit Menarik Pelamar: Tantangan dan Solusi di Pasar Kerja Indonesia
Fenomena lowongan kerja yang sulit menarik pelamar menjadi salah satu tantangan besar di pasar kerja Indonesia. Meskipun jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,86 juta orang pada Agustus 2023 menurut Badan Pusat Statistik (BPS), banyak perusahaan mengeluhkan kesulitan menemukan kandidat yang sesuai. Artikel ini mengupas tuntas penyebab, dampak, dan solusi dari kebijakan lowongan kerja yang sering kali “menjerat” pelamar, serta memberikan rekomendasi untuk menciptakan pasar kerja yang lebih inklusif.
Penyebab Lowongan Kerja Sulit Menarik Pelamar
- Persyaratan yang Tidak Realistis
Banyak lowongan kerja menetapkan syarat yang sulit dipenuhi, seperti pengalaman bertahun-tahun untuk posisi entry-level atau kriteria diskriminatif seperti batas usia, tinggi badan, status lajang, hingga larangan tato. Contohnya, laporan dari Kompas.id menyebutkan adanya perusahaan yang meminta BI checking atau melarang karyawan menikah, yang dianggap membatasi peluang pelamar, terutama perempuan. - Gaji dan Benefit Tidak Kompetitif
Gaji di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK) menjadi salah satu faktor utama pelamar enggan melamar. Misalnya, posisi manajer dengan gaji Rp 2,5 juta di Surabaya dianggap tidak sebanding dengan biaya hidup. Hal ini mendorong banyak pekerja beralih ke sektor informal, yang meningkat dari 77 juta pada 2021 menjadi 84 juta pada 2024. - Kesenjangan Keterampilan
Sistem pendidikan di Indonesia sering kali tidak selaras dengan kebutuhan industri. Banyak pelamar, terutama fresh graduate, kekurangan keterampilan abad ke-21 seperti analisis data, literasi digital, atau pemikiran kritis. Produktivitas tenaga kerja Indonesia disebut hanya 20% dari negara maju seperti Jepang, membuat perusahaan lebih selektif. - Budaya “Orang Dalam”
Praktik rekrutmen yang mengutamakan koneksi internal atau nepotisme membatasi peluang pelamar eksternal. Banyak posisi diisi melalui rekomendasi, bukan proses terbuka, sehingga pelamar tanpa jaringan merasa sulit bersaing. - Kebijakan Pemerintah Kurang Efektif
Meskipun ada regulasi seperti Perpres No. 57 Tahun 2023 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan, implementasinya masih lemah. Akses informasi lowongan kerja terbatas, terutama di daerah terpencil. Regulasi lokal, seperti di Jember atau Mandailing Natal, yang memprioritaskan tenaga kerja lokal juga dapat menghambat pelamar dari luar daerah.
Dampak bagi Pelamar dan Ekonomi
Fenomena ini memiliki dampak signifikan:
- Bagi Pelamar: Frustrasi, meningkatnya pengangguran, dan kecenderungan migrasi tenaga kerja ke daerah lain atau luar negeri. Contohnya, seorang pelamar dari Barito Timur mengeluhkan PHK dan gaji di bawah UMK, yang membuatnya berharap proses rekrutmen lebih merit-based.
- Bagi Perusahaan: Biaya rekrutmen meningkat, proyek tertunda, dan produktivitas menurun karena sulitnya menemukan kandidat.
- Bagi Ekonomi Nasional: Penurunan produktivitas, peningkatan kesenjangan sosial, dan risiko kehilangan talenta ke luar negeri.
Solusi untuk Pasar Kerja yang Lebih Inklusif
- Reformasi Kebijakan Perusahaan
- Menyesuaikan persyaratan agar realistis, seperti menghapus syarat diskriminatif dan mengurangi tuntutan pengalaman untuk fresh graduate.
- Menawarkan gaji dan benefit kompetitif untuk menarik talenta berkualitas.
- Menggunakan platform rekrutmen digital untuk menjangkau pelamar lebih luas.
- Peran Pemerintah
- Memperkuat implementasi Perpres No. 57/2023 dengan menyediakan platform informasi lowongan kerja yang mudah diakses, seperti aplikasi mobile.
- Mereformasi sistem pendidikan untuk menekankan keterampilan abad ke-21 melalui kerjasama dengan sektor swasta.
- Mendorong investasi asing untuk menciptakan lapangan kerja baru.
- Peningkatan Kapasitas Pelamar
- Mengikuti pelatihan dan sertifikasi untuk meningkatkan keterampilan, seperti program dari platform seperti Talenesia.
- Membangun jaringan profesional melalui LinkedIn atau komunitas industri.
- Fleksibel dalam memilih jenis pekerjaan dan lokasi kerja.
Studi Kasus
Seorang pelamar bernama Izhaq (29) mengeluhkan sulitnya mendapatkan pekerjaan karena minimnya koneksi, meskipun memiliki pengalaman lintas industri. Kasus ini mencerminkan tantangan budaya “orang dalam” yang masih kuat. Di sisi lain, regulasi seperti Perda Jember No. 2/2018 membantu tenaga kerja lokal, tetapi membatasi pelamar dari luar daerah, menunjukkan perlunya keseimbangan dalam kebijakan.
Kesimpulan
Lowongan kerja yang sulit menarik pelamar di Indonesia dipicu oleh persyaratan tidak realistis, gaji rendah, kesenjangan keterampilan, budaya “orang dalam,” dan kebijakan yang kurang efektif. Untuk mengatasinya, diperlukan sinergi antara perusahaan, pemerintah, dan pelamar. Perusahaan harus menciptakan proses rekrutmen yang inklusif, pemerintah perlu memperkuat regulasi dan pendidikan, sementara pelamar harus meningkatkan keterampilan dan jaringan. Dengan langkah-langkah ini, pasar kerja Indonesia dapat menjadi lebih kompetitif dan adil, mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.