sentiment.co.id – Kerusuhan besar yang terjadi di berbagai daerah pada akhir Agustus 2025 menelan sedikitnya 10 korban jiwa, termasuk Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek daring yang tewas usai dilindas kendaraan taktis Brimob, serta Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Amikom yang meninggal dengan luka parah di depan Mapolda DIY. Tragedi ini memunculkan desakan kuat agar pemerintah segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi para korban.
Koalisi masyarakat sipil menilai kehadiran TGPF yang kredibel sangat penting untuk menyelidiki dugaan pelanggaran prosedur aparat dalam menangani aksi unjuk rasa. Namun, pemerintah melalui Menko KumHAM Imipas, Yusril Ihza Mahendra, sempat menilai pembentukan TGPF bukanlah urgensi. Menurutnya, proses hukum yang dilakukan aparat kepolisian sudah cukup menindaklanjuti kasus kekerasan yang terjadi.
“Daripada menunggu lama pembentukan TGPF, saya kira lebih baik kita menggunakan aparat penegak hukum yang ada sekarang. Lebih cepat kerjanya daripada berlama-lama,” kata Yusril pada 11 September 2025.
Pernyataan ini memunculkan kritik keras dari berbagai pihak. Ahli hukum tata negara UGM, Herlambang P. Wiratraman, menilai sikap Yusril menunjukkan pemerintah kurang peka terhadap situasi lapangan. Ia menegaskan, penyerahan sepenuhnya kepada Polri justru berpotensi menutup fakta-fakta penting dari publik. “Jumlah korban jiwa mencapai 10 orang. Bagaimana pertanggungjawaban negara atas nyawa mereka jika tidak ada tim independen?” ujarnya.
SETARA Institute dan sejumlah organisasi HAM juga mendesak Presiden Prabowo Subianto segera membentuk TGPF yang kredibel. Menurut mereka, tim independen dibutuhkan untuk memastikan proses investigasi berjalan transparan, bukan hanya versi aparat negara.
Desakan ini semakin menguat mengingat masih ada tiga peserta aksi yang dilaporkan hilang. Beberapa di antaranya baru diketahui keberadaannya setelah ditangkap polisi tanpa akses pendampingan hukum. Kondisi ini mempertegas urgensi adanya mekanisme pengawasan independen.
Sementara itu, Presiden Prabowo sendiri menyatakan terbuka terhadap pembentukan TGPF. Dalam pertemuannya dengan pimpinan redaksi media massa serta Gerakan Nurani Bangsa (GNB), Prabowo mengakui perlunya tim investigasi independen demi menjaga kepercayaan publik.
Menanggapi sikap presiden, Yusril kemudian meralat pernyataannya dan menyebut keputusan pembentukan TGPF sepenuhnya ada di tangan kepala negara. Bahkan, enam lembaga nasional HAM seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman, Komnas Disabilitas, dan LPSK sudah membentuk tim pencari fakta independen untuk mengusut kasus ini.
Pengamat menilai, kehadiran TGPF tak hanya penting untuk mengungkap kebenaran, tetapi juga sebagai langkah cooling down atas kemarahan publik. Temuan TGPF nantinya bisa menjadi dasar kebijakan agar tragedi serupa tidak kembali terulang, sekaligus memperbaiki tata kelola negara di bidang penegakan hukum dan keamanan.
Komentar