Edukasi Wawasan

Tujuh Ancaman Pacar yang Dapat Dipidana di Indonesia: Hukum dan Perlindungan Hukum

Tujuh Ancaman Pacar yang Dapat Dipidana di Indonesia: Hukum dan Perlindungan Hukum

Pendahuluan
Hubungan pacaran seharusnya menjadi ruang saling menghormati dan mencintai. Namun, tak jarang hubungan ini diwarnai tindakan ancaman yang meresahkan, baik secara fisik, psikis, maupun digital. Di Indonesia, beberapa jenis ancaman dalam hubungan pacaran dapat dikategorikan sebagai tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta peraturan lain seperti UU Perlindungan Anak. Artikel ini mengulas tujuh jenis ancaman pacar yang dapat dipidana di Indonesia, disusun secara mendalam dan profesional untuk memberikan pemahaman hukum yang jelas serta langkah perlindungan bagi korban.

1. Ancaman Kekerasan Fisik
Ancaman kekerasan fisik, seperti mengancam akan memukuli atau melukai pasangan, dapat dijerat dengan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Pasal ini menyebutkan bahwa barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan ancaman kekerasan dapat dipidana dengan penjara paling lama satu tahun atau denda hingga Rp4,5 juta. Jika ancaman tersebut menyebabkan luka fisik, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 351 KUHP (penganiayaan) dengan ancaman pidana hingga tujuh tahun, tergantung tingkat keparahan luka. Kekerasan dalam pacaran (KDP) sering kali dimulai dari ancaman verbal, sehingga penting untuk segera melapor ke polisi jika ancaman ini terdeteksi.

2. Ancaman Penyebaran Konten Pribadi (Video atau Foto Sensitif)
Mengancam menyebarkan video atau foto pribadi, seperti konten intim yang direkam tanpa persetujuan, merupakan tindak pidana serius. Berdasarkan Pasal 29 UU ITE jo. Pasal 45B UU 19/2016, ancaman menyebarkan konten yang berisi kekerasan atau menakut-nakuti dapat dipidana dengan penjara hingga empat tahun dan/atau denda hingga Rp750 juta. Jika konten tersebut benar-benar disebarkan, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) UU ITE (penyebaran konten melanggar kesusilaan) dengan ancaman pidana hingga enam tahun dan/atau denda Rp1 miliar, serta Pasal 29 UU Pornografi dengan pidana penjara enam bulan hingga 12 tahun dan denda Rp250 juta hingga Rp6 miliar. Korban yang direkam tanpa sepengetahuan tidak dapat dihukum, karena mereka adalah pihak yang dirugikan.

3. Ancaman Pencemaran Nama Baik
Ancaman untuk membocorkan rahasia atau aib pasangan dengan tujuan mempermalukan di depan umum dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 310 KUHP. Jika ancaman ini diwujudkan, pelaku dapat dipidana dengan penjara hingga sembilan bulan untuk pencemaran lisan, atau hingga satu tahun empat bulan untuk pencemaran tertulis. Namun, ancaman semata tanpa tindakan penyebaran sulit dijerat dengan Pasal 369 KUHP (ancaman pemerasan), kecuali ancaman tersebut bertujuan memaksa korban memberikan barang atau harta. Meski begitu, ancaman ini tetap dapat dilaporkan sebagai perbuatan tidak menyenangkan berdasarkan Pasal 335 KUHP.

Cara Mudah Dapat Saldo DANA Gratis dari Aplikasi Viral 2025

4. Ancaman Kekerasan Seksual atau Pemaksaan Hubungan Seksual
Ancaman untuk memaksa pasangan melakukan hubungan seksual, terutama jika pasangan di bawah umur (kurang dari 18 tahun), dapat dijerat dengan Pasal 76D dan 76E UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Pelaku yang menggunakan ancaman kekerasan, tipu muslihat, atau bujukan untuk memaksa anak melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dapat dipidana dengan penjara minimal lima tahun hingga maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp5 miliar. Jika korban dewasa, ancaman pemaksaan hubungan seksual dapat dijerat dengan Pasal 285 KUHP (perkosaan) dengan ancaman hingga 12 tahun penjara.

5. Ancaman Psikis yang Menimbulkan Ketakutan
Ancaman psikis, seperti mengancam akan menceritakan perbuatan memalukan atau mengintimidasi melalui pesan elektronik (SMS, WhatsApp, atau media sosial), dapat dijerat dengan Pasal 29 UU ITE. Ancaman ini mencakup cyberbullying yang menyebabkan kerugian psikis, seperti ketakutan atau trauma. Pelaku dapat dipidana hingga empat tahun penjara dan/atau denda Rp750 juta. Selain itu, ancaman psikis yang menyebabkan luka batin juga dapat dilaporkan sebagai perbuatan tidak menyenangkan berdasarkan Pasal 335 KUHP, yang merupakan delik aduan sehingga memerlukan laporan korban untuk diproses.

6. Ancaman terhadap Keluarga atau Orang Terdekat
Jika pacar mengancam akan menyakiti keluarga atau orang terdekat korban untuk memaksa korban bertahan dalam hubungan, tindakan ini dapat dijerat dengan Pasal 335 ayat (1) KUHP. Ancaman ini termasuk dalam kategori memaksa seseorang dengan ancaman kekerasan terhadap pihak lain, dengan ancaman pidana hingga satu tahun penjara. Jika ancaman tersebut diwujudkan, pelaku dapat dijerat dengan pasal penganiayaan atau tindak pidana lain sesuai dampaknya. Penting untuk mendokumentasikan ancaman (misalnya, pesan teks atau rekaman) sebagai bukti saat melapor ke polisi.

7. Ancaman Bunuh Diri untuk Memaksa Bertahan dalam Hubungan
Meskipun ancaman bunuh diri oleh pacar tidak secara langsung memenuhi unsur tindak pidana jika tidak ada dorongan aktif dari korban, ancaman ini dapat dianggap sebagai bentuk manipulasi psikis. Jika ancaman bunuh diri disertai dengan tekanan untuk memaksa korban melakukan atau tidak melakukan sesuatu (misalnya, tetap berpacaran), pelaku dapat dijerat dengan Pasal 335 KUHP sebagai perbuatan tidak menyenangkan. Namun, berdasarkan Pasal 345 KUHP atau Pasal 462 UU 1/2023, seseorang hanya dapat dipidana jika secara sengaja mendorong atau membantu bunuh diri, bukan sekadar mengancam. Korban disarankan mencari bantuan psikologis dan melaporkan ancaman ini untuk mencegah eskalasi.

Langkah Hukum bagi Korban

15 Aplikasi AI Terbaik untuk Permudah Keseharian Anda

  1. Kumpulkan Bukti: Simpan semua pesan, rekaman, atau bukti fisik terkait ancaman. Tangkapan layar, rekaman suara, atau saksi dapat memperkuat laporan.
  2. Laporkan ke Polisi: Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PP 23/2007, korban dapat melaporkan tindak pidana ke kantor polisi terdekat dari lokasi kejadian. Delik aduan seperti pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyenangkan memerlukan laporan langsung dari korban.
  3. Konsultasi Hukum: Konsultasikan kasus dengan lembaga bantuan hukum seperti LBH APIK atau pengacara untuk memahami opsi hukum, termasuk gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum (PMH).
  4. Lindungi Diri: Jika ancaman bersifat serius, pertimbangkan untuk mengajukan perintah perlindungan (restraining order) melalui pengadilan atau kepolisian.
  5. Dukungan Psikologis: Kekerasan psikis dapat menyebabkan trauma. Cari bantuan dari psikolog atau organisasi seperti Rifka Annisa untuk pemulihan.

Tantangan dan Solusi Hukum
Meskipun hukum Indonesia memiliki kerangka untuk menangani ancaman dalam pacaran, tantangan seperti stigma sosial, ketakutan korban melapor, atau kurangnya bukti sering kali menghambat penegakan hukum. UU 1/2023 tentang KUHP baru, yang akan berlaku pada 2026, memperluas cakupan perlindungan terhadap tindak pidana seperti perzinaan dan kohabitasi, tetapi juga memicu kritik karena dianggap mencampuri ranah privat. Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu meningkatkan edukasi hukum dan akses bantuan hukum bagi korban, terutama perempuan muda yang rentan mengalami kekerasan dalam pacaran.

Kesimpulan
Ancaman dalam hubungan pacaran, mulai dari kekerasan fisik hingga manipulasi psikis, bukan hanya masalah personal, tetapi juga tindak pidana yang dapat diproses hukum di Indonesia. Dengan memahami tujuh jenis ancaman yang dapat dipidana—kekerasan fisik, penyebaran konten sensitif, pencemaran nama baik, kekerasan seksual, ancaman psikis, ancaman terhadap keluarga, dan ancaman bunuh diri—korban dapat mengambil langkah hukum yang tepat. Penting untuk mendokumentasikan bukti, melapor ke polisi, dan mencari dukungan hukum serta psikologis. Hukum ada untuk melindungi, tetapi kesadaran dan keberanian korban adalah kunci untuk menegakkan keadilan.

Catatan: Artikel ini disusun berdasarkan peraturan hukum yang berlaku hingga Juli 2025, dengan mempertimbangkan KUHP lama dan UU 1/2023 yang akan berlaku pada 2026. Konsultasikan dengan ahli hukum untuk kasus spesifik.

error: Dilarang Copy ya Disini 👊